Sunday, March 23, 2014

IDENTIFIKASI KETERITORIALAN BURUNG MALEO DI SULAWESI TENGAH


Maleo Senkawor atau Maleo (Macrocephalon maleo) adalah jenis burung gosong dengan ukuran sedang dan memiliki panjang sekitar 55 cm. Burung maleo ini merupakan satu-satunya burung di dalam genus tunggal Macrocephalon. Keunikan burung maleo terletak pada telurnya yang berukuran kurang lebih 11 cm dengan berat 240 gram hingga 270 gram. Telur Maleo memiliki ukuran sekitar 5 hingga 8 kali lipat ukuran telur ayam. Keunikan lainnya adalah anak burung Maleo yang telah menetas dapat langsung terbang. Hal ini tidak terjadi pada jenis burung lainnya. Saat ini keberadaan Burung Maleo terancam punah karena habitatnya yang semakin sempit karena diganggu oleh manusia dan nasib telur-telurnya yang diambil oleh manusia. Diperkirakan, jumlah Burung Maleo saat ini kurang dari 10.000 ekor. Ciri-ciri dari Burung Maleo, antara lain memiliki bulu berwarna hitam, kulit sekitar mata berwarna kuning, iris mata merah kecoklatan, kaki abu-abu, paruh jingga dan bulu sisi bawah berwarna merah-muda keputihan. Di atas kepalanya terdapat tanduk atau jambul keras berwarna hitam. Burung Maleo jantan maupun betina memang serupa namun untuk betina berukuran lebih kecil dan berwarna lebih kelam dibanding burung jantan.Tidak semua tempat di Pulau Sulawesi dapat ditemukan Maleo. Ladang peneluran hanya ditemukan di daerah yang memiliki sejarah geologi yang beruhubungan dengan lempeng pasifik atau Australasia. Hewan endemik Indonesia ini hanya ditemukan di hutan tropis dataran rendah Pulau Sulawesi, khususnya daerah Sulawesi Tengah, yakni daerah Kabupaten Sigi dan Kabupaten Banggai. Maleo bersarang di daerah pasir yang terbuka, daerah sekitar pantai gunung berapi, dan daerah-daerah yang hangat dari panas bumi. Maleo mencari daerah hangat untuk penetasan telurnya. Dalam mengidentifikasi keteritorialannya guna menetaskan telurnya, Burung Maleo mempunyai sebuah benjolan di atas kepala yang berfungsi sebagai radar untuk mendeteksi tanah dengan panas bumi yang cukup. Burung Maleo meletakkan telurnya di kedalaman 30 hingga 50 cm. Proses pengeraman membutuhkan waktu sekitar 62-85 hari. Anak maleo yang baru menetas harus keluar sendiri ke permukaan tanah tanpa bantuan sang induk. Perjuangan untuk mencapai permukaan tanah akan membutuhkan waktu selama kurang lebih 48 jam. Hal ini pun tergantung pada jenis tanahnya. Sehingga tak jarang beberapa anak maleo dijumpai mati “ditengah jalan”. Tanah yang terlalu padat, akar-akar pohon yang terlalu rapat, lubang yang di gali terlalu dalam diduga menjadi faktor penyebab si Anak Maleo kehilangan banyak energi (kelelahan) hingga mengakibatkan kematian sebelum mencapai permukaan tanah. Anak Burung Maleo yang menetas akan mencari jalan keluar dengan menggali jalan keluar dari dalam tanah dan bersembunyi ke dalam hutan. Anak Maleo mempunyai kemampuan sayap seperti unggas dewasa dikarenakan nutrisi yang terkandung di dalam telur maleo lima kali lipat dari telur biasa. Anak Maleo kemudian harus mencari makan sendiri dan menghindari hewan pemangsa, seperti ular, kadal, kucing, babi hutan, dan burung elang, serta manusia. 
Burung Maleo merupakan burung endemik Pulau Sulawesi yang artinya burung tersebut hanya dapat bertahan hidup secara alami di Pulau Sulawesi. Saat sedang tidak bertelur dan mencari makan, Maleo berteduh di atas pohon, tempat favorit Maleo untuk berteduh. Tidak semua daerah di Sulawesi didatangi Maleo. Maleo senang melakukan peneluran di areal hutan. Lubang-lubang peneluran banyak terdapat di daerah yang sama, dengan suhu panas yang sesuai. Maleo senang berada di sekitar hutan pantai gunung berapi dan daerah pasir terbuka. Di alam terbuka, Maleo memakan biji-bijian seperti melinjo, semut, dan serangga kecil. Daya jelajah Maleo mencapai puluhan kilometer dan sebagian hidupnya dilakukan di darat. Maleo adalah monogami spesies (anti poligami) yang snagat setia pada pasangannya. Sepanjang hidupnya, ia hanya mempunyai satu pasangan. Burung ini tidak akan bertelur dan menikah lagi setelah pasangannya mati.
 Pada kenyataannya, Burung Maleo memang memiliki sistem keteritorialan yang tinggi dikarenakan sifat endemiknya terhadap Pulau Sulawesi. Dengan begitu, kita sebagai manusia dapat mengetahui bahwa Maleo memang mempunyai keunikan tersendiri dalam menentukan daerah habitatnya secara alami tanpa membutuhkan bantuan manusia. Empat fungsi keteritorialan, yaitu makan, keamanan, stimulasi, dan identitas secara nyata terpenuhi pada kehidupan Burung Maleo. 

No comments:

Post a Comment