Maleo
Senkawor atau Maleo (Macrocephalon maleo)
adalah jenis burung gosong dengan ukuran sedang dan memiliki panjang
sekitar 55 cm. Burung maleo ini merupakan satu-satunya burung di dalam genus
tunggal Macrocephalon. Keunikan
burung maleo terletak pada telurnya yang berukuran kurang lebih 11 cm dengan
berat 240 gram hingga 270 gram. Telur Maleo memiliki ukuran sekitar 5 hingga 8
kali lipat ukuran telur ayam. Keunikan lainnya adalah anak burung Maleo yang
telah menetas dapat langsung terbang. Hal ini tidak terjadi pada jenis burung
lainnya. Saat ini keberadaan Burung Maleo terancam punah karena habitatnya yang
semakin sempit karena diganggu oleh manusia dan nasib telur-telurnya yang
diambil oleh manusia. Diperkirakan, jumlah Burung Maleo saat ini kurang dari
10.000 ekor. Ciri-ciri dari Burung Maleo, antara lain memiliki bulu berwarna
hitam, kulit sekitar mata berwarna kuning, iris mata merah kecoklatan, kaki
abu-abu, paruh jingga dan bulu sisi bawah berwarna merah-muda keputihan. Di
atas kepalanya terdapat tanduk atau jambul keras berwarna hitam. Burung Maleo
jantan maupun betina memang serupa namun untuk betina berukuran lebih kecil dan
berwarna lebih kelam dibanding burung jantan.Tidak semua tempat di Pulau Sulawesi dapat ditemukan
Maleo. Ladang peneluran hanya ditemukan di daerah yang memiliki sejarah geologi
yang beruhubungan dengan lempeng pasifik atau Australasia. Hewan endemik
Indonesia ini hanya ditemukan di hutan tropis dataran rendah Pulau Sulawesi,
khususnya daerah Sulawesi Tengah, yakni daerah Kabupaten Sigi dan Kabupaten
Banggai. Maleo bersarang di daerah pasir yang terbuka, daerah sekitar pantai
gunung berapi, dan daerah-daerah yang hangat dari panas bumi. Maleo mencari
daerah hangat untuk penetasan telurnya. Dalam mengidentifikasi
keteritorialannya guna menetaskan telurnya, Burung Maleo mempunyai sebuah
benjolan di atas kepala yang berfungsi sebagai radar untuk mendeteksi tanah
dengan panas bumi yang cukup. Burung Maleo meletakkan telurnya di kedalaman 30
hingga 50 cm. Proses pengeraman membutuhkan waktu
sekitar 62-85 hari. Anak
maleo yang baru menetas harus keluar sendiri ke permukaan tanah tanpa bantuan
sang induk. Perjuangan
untuk mencapai permukaan tanah akan membutuhkan waktu selama kurang lebih 48
jam. Hal ini pun tergantung pada jenis
tanahnya. Sehingga
tak jarang beberapa anak maleo dijumpai mati “ditengah jalan”. Tanah yang
terlalu padat, akar-akar pohon yang terlalu rapat, lubang yang di gali terlalu
dalam diduga menjadi faktor penyebab si Anak
Maleo kehilangan banyak
energi (kelelahan) hingga mengakibatkan kematian sebelum mencapai permukaan
tanah. Anak Burung Maleo yang menetas akan mencari jalan
keluar dengan menggali jalan keluar dari dalam tanah dan bersembunyi ke dalam
hutan. Anak Maleo mempunyai kemampuan sayap seperti unggas dewasa dikarenakan
nutrisi yang terkandung di dalam telur maleo lima kali lipat dari telur biasa.
Anak Maleo kemudian harus mencari makan sendiri dan menghindari hewan pemangsa,
seperti ular, kadal, kucing, babi hutan, dan burung elang, serta manusia.
Burung Maleo merupakan burung endemik Pulau Sulawesi yang artinya burung
tersebut hanya dapat bertahan hidup secara alami di Pulau Sulawesi. Saat sedang
tidak bertelur dan mencari makan, Maleo berteduh di atas pohon, tempat favorit
Maleo untuk berteduh. Tidak semua daerah di Sulawesi didatangi Maleo. Maleo
senang melakukan peneluran di areal hutan. Lubang-lubang peneluran banyak
terdapat di daerah yang sama, dengan suhu panas yang sesuai. Maleo senang
berada di sekitar hutan pantai gunung berapi dan daerah pasir terbuka. Di alam
terbuka, Maleo memakan biji-bijian seperti melinjo, semut, dan serangga kecil.
Daya jelajah Maleo mencapai puluhan kilometer dan sebagian hidupnya dilakukan
di darat. Maleo
adalah monogami spesies (anti poligami) yang snagat setia pada pasangannya.
Sepanjang hidupnya, ia hanya mempunyai satu pasangan. Burung ini tidak akan
bertelur dan menikah lagi setelah pasangannya mati.
Pada
kenyataannya, Burung Maleo memang memiliki sistem keteritorialan yang tinggi
dikarenakan sifat endemiknya terhadap Pulau Sulawesi. Dengan begitu, kita
sebagai manusia dapat mengetahui bahwa Maleo memang mempunyai keunikan
tersendiri dalam menentukan daerah habitatnya secara alami tanpa membutuhkan
bantuan manusia. Empat fungsi keteritorialan, yaitu makan, keamanan, stimulasi,
dan identitas secara nyata terpenuhi pada kehidupan Burung Maleo.